Naik Candi Borobudur Wajib Pakai Sandal Upanat, Ini Alasannya
KABUPATEN MAGELANG, MAGELANGEKSPRES.COM - Sekarang saat menaiki Candi Borobudur harus menggunakan sandal khusus atau sandal Upanat. Hal itu sesuai arahan dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Fungsi sandal tersebut untuk mencegah korosi bantuan lantai candi. Dengan sandal atau alas kaki yang lunak dapat mengurangi gesekan lantai candi. Adapun sandal Upanat sendiri terinspirasi dari relief Karmawibangga nomor panel 150, Candi Borobudur. Persembahan alas kaki yang berbentuk seperti upanat. Kepala Balai Konservasi Borobudur, Wiwit Kasiyati mengatakan, telah melakukan beberapa kajian terkait penggunaan alas tersebut. Bahkan, sebelum Candi Borobudur ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur. \"Dari hasil kajian, kami pernah menguji coba dengan menggunakan bahan kayu untuk melapisi tangga. Kemudian, kami lepas karena hanya kajian,\" terang Wiwit, Selasa (18/1/2022). Wiwit mengatakan, bahan sandal pernah menggunakan unsur karet, namun setelah dilihat hasilnya, kurang memuaskan. Sandal pun juga diuji coba. Namun, hasilnya nihil. Pihaknya belum menemukan alas yang tepat. Hingga pada akhirnya, kajian tersebut terhenti. Dengan penetapan Borobudur sebagai KSPN, pengunjung akan semakin berbondong-bondong menyambangi Candi Borobudur. Sehingga kajian tersebut dilanjutkan. Pasalnya, dengan jumlah pengunjung yang kemungkinan membludak, tingkat kerusakan di Candi Borobudur akan semakin meningkat. Untuk itu, pihaknya membuat perhitungan visitor caring capasity. Dari perhitungan undak, selasar, lorong satu, dua, tiga, empat, dan lima hingga stupa atas, muncul angka 1.259. Angka tersebut merupakan ideal pengunjung yang naik dalam sehari. Dengan adanya pembatasan pengunjung yang naik, Wiwit memikirkan cara untuk meminimalisir pasir yang terbawa alas kaki. Pasalnya, yang membuat aus di Candi Borobudur adalah pasir. \"Akhirnya sandal yang dulu pernah kami kaji dan melalui workshop, kami angkat kembali dengan sayembara,\" terang Wiwit. Pada akhirnya, kajian mengenai sandal diangkat kembali dengan memfokuskan tingkat kenyamanan dan keamanan. Terlebih, jika sandal tersebut dapat dijadikan sebagai souvenir. Dimana saat pengunjung turun dari candi, tidak membawa barang rusak. Saat pelaksanaan workshop, ada berbagai macam model. Mulai dari selop hingga yang memakai jepit upanat. Setelah diujicobakan, selop dinilai kurang nyaman. Lain halnya dengan bentuk jepit. Dari tingkat keamanan lebih tinggi. Kemudian sandal tersebut ditetapkan bentuknya seperti upanat yang ada di Candi Borobudur. Bahannya pun diambil dari kawasan Borobudur. Mendong dan pandan. \"Saat masuk tahap terakhir, praktik membuat produksi sandal itu kami dibantu oleh Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan sekaligus di-launching oleh Pak Dirjen,\" ungkap Wiwit. Sandal ini memang bertujuan untuk melestarikan batu candi, bukan hanya sekadar souvenir semata. Jika hanya sekedar souvenir, nantinya pengunjung akan protes terkait harga tiket Candi Borobudur yang naik. Perihal rencana pengelolaan ke depan, pengunjung hanya diperbolehkan naik jika memang ingin belajar dan mengetahui lebih banyak soal Borobudur. Pun harus ditemani oleh pemandu wisata. Tidak hanya berkeinginan untuk swafoto. \"Yang naik ke struktur benar-benar yang ingin mengetahui nilai-nilai out standing universal value dari pemandu. Jadi, harga tiket online itu nanti termasuk harga beli sandal dan pemandu,\" papar Wiwit. Harga tiket pun masih dalam tahap persiapan. Akan ada perbedaan tiket bagi yang hanya di pelataran maupun yang berkeinginan naik ke struktur candi. Terkait kajian penggunaan alas kaki tersebut, telah dikaji secara intensif selama satu tahun. Namun, model dasarnya lebih dari setahun. Lantaran hal tersebut harus melalui proses panjang untuk mencegah keausan tangga. Penggunaan sandal ini secara tidak langsung dapat memberdayakan masyarakat. Perekonomian pun akan semakin naik setelah dua tahun pandemi. \"Kalau hanya kayu atau karet, cost-nya juga tinggi dari APBN. Terlebih risiko keamanan karena tangga candi relatif curam,\" kata Wiwit. Pemakaiannya pun tidak dari bawah candi. Melainkan, sandal tersebut digunakan ketika hendak menaiki struktur candi. Sehingga tidak berpotensi membawa pasir dari sandal sebelumnya. \"Tidak ada penitipan sepatu. Nantinya, akan kami berikan kantong untuk memasukkan sepatu,\" tutur Wiwit. Hal ini semakin digencarkan mengingat perjalanan kajian soal kerusakan batu candi sudah semakin meningkat. Wiwit berharap, nantinya pengunjung akan semakin peduli untuk memakai sandal guna meminimalisir tingkat kerusakan.(cha)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: